Berbicara “Kejujuran” seperti halnya berbicara tentang “keihklasan dan kesabaran”. Kata – kata ini mudah untuk diucapkan, tetapi dalam pelaksanaan prakteknya butuh “kesadaran”. Kejujuran sebagai ajaran hidup pasti berpengaruh positif dalam kehidupan. Namun seperti apa dalam praktek kesehariannya…???????
Memaknai kejujuran tentu dibutuhkan kesadaran untuk memulai bahkan untuk menilainya pun, karena kejujuran dapat bernilai positif dan kejujuran dapat bernilai negatif. What???? Negatif..? [meskipun pada dasarnya jujur itu sebenarnya positif, namun tergantung kondisi sehingga dapat berimbas negatif pada si pelaku yang jujur. (>,<)GUBRAK (>,<) …. hohohoho betul tidak ya.. ????sampai-sampai mau jujur saja atut rasanya…. Nah loh :( kena’ damprat ya, dikucilkan ya…. Kawaisone’(bahasa jepang, kasian deh loe)] trus gimana donk….??
nah klo sudah begini banyak dari semua kalangan akhirnya punya pemikiran yang endingnya keluar kata “ya sudahlah, biarin aja”
Astaghfirullah, macam apa pula ini kalau setiap jiwa anak bangsa sudah tidak punya karakter jujur :(
Jujur seharusnya ditanamkan pada jiwa anak sejak dini. Sehingga kesadaran untuk selalu jujur tertanam sejak kecil. Sekarang pertanyaannya apa iya seorang anak bisa langsung sadar akan arti sebuah kejujuran??
Lalu tugas siapa yang mengarahkan, membuat sadar si anak kalau jujur itu merupakan perbuatan yang berbudi luhur dan anjuran nabi pada ummatnya…??
Disini butuh peranan orang tua, guru, teman sebaya, saudara dan khalayak masyarakat pada umumnya sesuai dengan ruang lingkup masing – masing. Namun dengan melihat kebanyakan fenomena yang ada pada dewasa masa kini, orang tua lebih sibuk dalam pekerjaannya sehingga pulang ke rumah sudah kemungkinan capek bahkan lupa betapa pentingnya untuk memberi pengarahan anak, menceritakan kisah - kisah teladan nabi, menganjurkan jujur pada anak, menanamkan karakter baik pada anak. Sadar atau tidak secara tidak langsung orang tua sekarang lebih percaya dan memberi kepercayaan penuh pada instansi akademik dalam mendidik seorang anak. Gimana nggak..?? lha wong sekarang orang tua lebih suka mencari sekolah full day, salah satu alasannya kan supaya anak dari pada dirumah bermain tidak terkontrol mending di sekolah aja belajar, ada teman dan guru – gurunya sehingga si anak pulang sekolah sore nanti nggak lama kemudian orang tua pas waktu pulang kerja.
Nah melihat kondisi ini saja, seorang guru memiliki tugas dan peranan sangat berat, tidak hanya memberikan pemahaman pembelajaran yang disampaikan saja tetapi sangat dianjurkan, diharapkan dan diberi kepercayaan penuh dari orang tua dapat memberikan tauladan yang baik dan berperan aktif membangun karakter anak sehingga membentuk kepribadian yang baik dalam hal pikiran, ucapan dan perbuatan. Tugas yang tak ringan, namun begitu mulia untuk diemban.
Dari sekian butir - butir akhlak dan karakter yang harus dikembangkan dan mendapat penekanan khusus dalam dunia akademik yaitu soal kejujuran. Kejujuran harus digenggam teguh mulai usia dini, dimanapun dan kapanpun. Hal ini dapat dijadikan budaya pembelajaran kejujuran yang nantinya diharapkan dapat berkesinambungan, tidak hanya di akademik tingkat dasar saja ditekankan namun hingga perguruan tinggi.
Disini guru berperan mengarahkan, mengingatkan dengan bahasa yang baik dan mudah diresapi anak, serta memotivasi anak untuk selalu berbuat jujur. Keberhasilan seorang anak akan berpengaruh pada kehidupan. Karena keberhasilan bila diraih tanpa kejujuran pada hakikatnya adalah kegagalan.
Mencontek pada saat ulangan adalah perbuatan tercela, maka sebaiknya guru langsung tegas bertindak. Bukan malah memberi kebebasan anak untuk mencontek, alih – alih guru sibuk dengan BB’anya -Blackbery- sehingga membiarkan anak mencontek asalkan tidak ramai, (nah ini harus dihindari oleh seorang guru..setuju…?? coba kita ulas kembali sebenarnya fungsi ulangan itu apa..?? selain sebagai tolak ukur seberapa tingkat kepahaman anak dalam belajar, alangkah baiknya ulangan sebagai ajang kesadaran meningkatkan prestasi anak dengan kemandirian, usaha belajar dan kejujuran anak)
Manfaat pembiasaan jujur dalam menghadapi ulangan adalah tumbuhnya budaya belajar yang tinggi pada diri anak, sehingga ada kebanggaan tersendiri ketika mampu memetik nilai yang memuaskan. Bila sikap jujur sudah terpatri, perilaku anak jadi berbeda mengarah ke akhlak yang lebih baik dan berbudi pekerti.
Ada kisah seorang pelajar melapor pada gurunya kalau saat ujian berlangsung banyak dari beberapa teman sekelas menggunakan hp untuk mencontek. Lalu sang guru menjawab “mencontek itu ikhtiar loh, knapa kamu nggak…??” Toeng,,, hmmm terasa tertatap dengan tiang nie kening… Sebagai guru bolehlah kita bercanda dengan murid untuk melepas ketengangan kondisi yang ada, namun jika berucap kita harus hati – hati. Ya….. kalau siswa bisa menela’ah dan membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang serius atau bercanda, kalau tidak….??????? Timbul rasa kekecawaan pada diri siswa sehingga berfikir ulang “iya..ya knapa saya nggak ikhtiar seperti teman-teman.. ngapain juga susah – susah baca buku” pikir si siswa. Ini akan berdampak sekali pada kejujuran siswa.
jJika demikian terjadi guru sebaiknya dengan lugas menjawab”ya nanti ibu akan mengambil sikap, terima kasih informasinya nak” lalu guru harus benar – benar mengambil sikap tegas untuk menanggulangi permasalahan tersebut.
Seorang guru merupakan tauladan bagi anak didiknya, berhati – hati dalam lisan, sikap dan perbuatan. Seorang guru juga harus memahami karakter pada jiwa masing - masing anak, tidak langsung marah jika anak berbuat salah, tidak memuji anak terlalu berlebihan seyogyanya sesuai dengan batasan etika pendidikan. Alangkah baiknya seorang guru memberikan penguatan – penguatan positif, memperhatikan dan menghargai setiap gerak perubahan perilaku siswa sebagai upaya penguatan agar siswa lebih termotivasi memunculkan perilaku baiknya.
Sebuah ungkapan bijak menegaskan bahwa mendidik anak usia muda itu bagai kita mengukir diatas batu, sedang mendidik orang tua ibarat mengukir di atas pasir. Ukiran dibatu pasti lebih membekas dan tahan lama. Sementara ukiran di pasir pantai bakal segera sirna disapu oleh ombak lautan. Maka penanaman kebiasaan baik, nilai – nilai moral hingga ketauhitan pada usia anak tentu lebih melekat, asalkan cara penyampaiannya selaras dengan perkembangan mental anak yang bersangkutan.
Dalam setiap proses pembelajaran tidak ada salahnya guru selalu menyisipkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan nilai – nilai hidup berbudi luhur sehari – hari. Sesungguhnya anak – anak peka dengan nilai – nilai kebenaran. Begitu menerima satu informasi tentang nilai – nilai positif segera dicerna dan diinternalisasikan kedalam dirinya…..ini sangat bagus walaupun kadang juga membawa dampak pemikiran nantinya.
Keteladanan jauh lebih berpengaruh ketimbang sanksi atau ancaman. Banyak orang sependapat dengan ungkapan itu. Namun sayang tidak banyak yang bertekad melaksanakannya. Siswa mencuri misalnya, guru jangan langsung menuduh dan bersikeras supaya siswa mengakui perbuatannya dengan memberikan sanksi atau ancaman, jika siswa tidak jujur maka akan dikeluarkan dari sekolah, hal ini dapat mempengaruhi siswa untuk mengaku dengan terpaksa, terpaksa mengakui karena tekanan. Sebaiknya guru lebih ramah menyikapi hal tersebut dengan mengambil hati siswa tersangka sehingga siswa jujur dengan kesadarannya.
Keteladan memang gampang dilisankan, sebaliknya sungguh berat untuk diterapkan. Apalagi bila faktor lingkungan tidak mendukung. Maka harus ada dorongan kuat dan kesadaran yang tinggi bila ingin mewujudkannya.
Logika sederhananya : bila guru dan orang tua memberi contoh yang baik, maka anak – anak insya Allah akan mengikutinya, sebaliknya seperti dongeng fabel klasik, bila induk kepiting berjalan miring maka otomatis anak – anaknya ikut miring.
Dipahami, jujur merupakan karakter pribadi seseorang, sebagian besar dibentuk oleh pendidikan akademiknya. Karena itu, untuk membentuk pribadi yang terpuji, tanpa cela dan jujur mutlak dibutuhkan pendidikan akademik yang berkualitas. Untuk memulainya adalah dengan membangun karakter. Contoh kecil yang dapat berdampak besar misalnya sekolah mendirikan kantin kejujuran sebagai wadah melatih dan menumbuhkan sifat jujur pada siswa, dimana siswa bebas mengambil makanan, kemudian membayar sesuai harganya. Jika ada siswa yang kedapatan akan berbuat curang, maka temannya mengingatkan “hei hayOooooO…… belum bayar ya…., wah sweeper ne temannya dora….dosa tau’, seberapa sih keuntungan dari jualan itu..kasian tau' sekolah rugi donk kalau begini?” teguran kecil dari teman itu kadang lebih merasuk ke hati sehingga muncul kesadaran untuk tidak mengulangi lagi.
Ketika siswa tahu karena sekolah menghargai kejujuran. Maka para siswa memilih untuk jujur meskipun harus menanggung sanksi bila berbuat salah.
Sebagaimana jauh – jauh hari ditekankan oleh “Bapak” pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran(intellect), dan tubuh anak. Undang – undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas juga menggariskan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa…”
Keberadaan pembelajaran nilai – nilai moral dan karakter mulai dipertanyakan kembali dalam dunia akademik. Mengapa dunia akademik terkesan abai dengan hal - hal demikian ? sekolah kini lebih sibuk dengan sisi pendidikan yang notabennya lebih mengupayakan siswa mendapat nilai tinggi. Pada level makro, sebenarnya muncul keinginan kuat agar pendidikan nasional mampu melahirkan generasi Indonesia yang berkarakter jujur dan berdaya saing tinggi.
Tingginya harapan masyarakat terhadap dunia pendidikan, agaknya dipicu oleh kenyataan masih senjangnya harapan dengan kenyataan di lapangan. Harus diakui dalam berbagai aspek, pendidikan di negeri ini mengalami kemajuan bahkan pesat. Sarana dan prasarana sekolah terus mengalami perbaikan. Peningkatan anggaran pendidikan jelas wujud nyata dari tekad Pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan. Namun demikian adanya dikembalikan kepada peranan guru, Apakah guru dapat memerankan peranannya dengan baik…..??????
Pendidikan merupakan bagian dari investasi, investasi masa depan. Buah masa depan hanya dapat digapai, bila dan hanya bila kita telah pernah menanamnya. Oleh karena itu, tepatlah sebuah pepatah dalam bahasa Arab :
من يزرع يحصد
”Barang siapa yang menanam akan memetik hasilnya”.
Seorang guru harus memiliki keyakinan dalam berinvestasi membangun budaya karakter jujur siswa, karena keyakinan merupakan syarat utama seseorang bersedia untuk melakukan investasi sebagaimana seorang petani yang menaburkan benih padi (yang dijadikan benih biasanya yang terbaik) di hamparan sawah, karena Sang petani memiliki keyakinan, benih padi yang baik tadi akan tumbuh dan menghasilkan padi jauh lebih banyak dari benih yang telah dia taburkan. Syarat kedua, Sang petani harus dengan sabar merawatnya, insya Allah pada saatnya nanti, padi tersebut akan tumbuh dengan baik dan memberikan hasil, begitupun sebagaimana halnya Sang guru dalam mendidik siswanya.
Ada setumpuk harapan disandarkan kepada dunia pendidikan.
Mampukah pendidikan mencetak generasi yang berkarakter kuat…??
Mampukah pendidikan menghasilkan orang – orang yang berintegritas tinggi di negeri ini? Sebuah keinginan yang boleh jadi terdengar berlebihan, meski sesungguhnya amat wajar, mengingat pendidikan memanglah tumpuhan solusi dari sekian banyak persoalan sumber daya manusia dan problem kemasyarakatan. Pendidikan pada hakikatnya adalah perubahan perilaku. Mengikuti kerangka berfikir seperti ini, sudah selayaknya seorang guru dalam proses pendidikan sanggup mengubah sikap dan membangun perilaku siswa sesuai harapan. insya Allah.. barakallah,,, :)
17 komentar:
Sekarang gaji guru udah besar, Harusnya di imbangi dengan kualitas, namun kenyataannya belum,
prilaku dan moral guru juga sering di pertanyakan, banyaknya kasus buruk yang menimpa guru, gak boleh di acuhkan, teori gunung es yang mencuat ke permukaan itu bagian ujung kecilnya saja,,
semoga kedepannya kualitas guru jadi lebih baik,
guru adalah pekerjaan yang mulia.. pahlawan tanpa tanda jasa.. yang membentuk para cendekiawan, para creator bangsa untuk terus memberikan kontribusi yang positif..
Kejujuran termasuk sebuah sifat, sikap atau kebiasaan. sehingga kejujuran tidak bisa dipaksakan secara instant, harus melalui proses pembiasaan diri sejak lama. Kejujuran hampir menjadi sebuah keyakinan, jadi kalau sudah tidak yakin, maka sulit untuk meyakinkan, atau jika sudah ada keyakinan, maka sangat sulit mengubah keyakinan tersebut. Begitu juga dengan kejujuran.
Dalam Hadist Nabi :
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim) Shohih Muslim hadits no : 6586
Cara terbaik untuk mendidik anak-anak untuk jujur adalah menjadi suri teladan bagi mereka dan menerapkan sifat-sifat tersebut dalam tindakan guru sendiri. Dalam falsafah Jawa terdapat istilah yang ”Ing Ngarso Sung Tuladha”(di depan memberi keteladan). Di lingkungan sekolah seorang guru menjadi teladan atau contoh bagi siswanya,dimana profesi seorang guru yang dimata masyarakat adalah profesi yang mulia. Guru yang jujur adalah sosok yang mulia dan derajatnya tinggi di bumi ini. Tetapi sekarang apakah guru konsisten dan komitmen mempertahankan etika kejujuran? Apakah kepala sekolah sebagai pemimpin di antara para guru dan teladan bagi para siswa di sekolah bisa memberikan contoh tentang etika kejujuran?
ada pepatah jawa mengatakan...GURU digugu lan ditiru..dalam hal ini segala bentuk tingkah laku guru selalu jadi perhatian apalagi perhatian murid kelas tinggi (keadaan ku yg ngajar ditingkat SD)mangkanya jadi guru tidak seenaknya aja berdandan , berpakaian ataupun bertutur selalu diperhatikan.kita perbaiki diri dululah jika ingin anak2 didik kita sedikit hormat dan patuh kepada kita.hindari kekerasan ato mulut yang bawel....anggap mereka temen yg butuh juga perhatian dan cinta kasih.sip.
bagi seorang pendidik pastilah,,mencontek!!! bukan sarana ikhtiar dalam pendidikan, karena mencontek tanpa di sadari merusak masa depan dan rasa percaya diri siswa.
Selaku pendidik harusnya ingat semboyan dari Ki Hajar Dewantara "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani"
(Di Depan Sebagai Panutan, Di Tengah-Tengah Membangun/membangkitkan Kahendak, Di Belakang Memberi Dorongan)tentunya bukan dalam hal bagaimana mendapatkan prestasi di sekolah dengan instan,,,guru sekarang kadang mengutamakan bagaimana mata ajar mereka terserap siswa (sehingga guru hanya sebagai pengajar bukan guru sebagai pendidik)
Bila semua guru berperan sebagai pendidik tentunya sarat dengan etika, moralitas,dan mengawal anak didiknya sukses dengan jalan yang barokah
mencontek adalah budaya yg tidak baik dn termasuk dlm budaya tidak jujur, untuk itu guru hrus mempunyai metode khusus untuk menghambat setidaknya mengurangi potensi contek mencotek dalam akademik.... motivasi dan ketegasan dari seorang guru jga penting... motivasi bahwa mencontek adalah hal buruk dan dpt berakibat buruk dlm masa depan juga bisa diberikan agar murid bisa tercerahkan (hehehe.....)
jujur itu mendatangkan berkah meskipun di awal menyakitn
guru bukan sekedar pengajar dan pemberi ilmu tapi jga sebagai pemberi ajaran tentang etika tata krama dan agama....
Guru menjadi ujung tombak dalam proses pembelajaran etika kejujuran, sehingga guru dituntut untuk konsisten dan komitmen mempertahankan kepribadiannya. Karena dalam lingkungan sekolah siswa-siswi kita melihat dan mendengar apa yang dilakukan oleh guru.
Berikut cara mengajarkan kejujuan pada siswa kita :
* Teladan
Di sekolah guru memegang peranan penting dalam membangun sikap kejujuran pada anak-anak. Sebelum kita mengharapkan anar-anak menjadi jujur diri kita sendirilah yang harus jujur. Anak-anak banyak menghabiskan waktu bersama kita. Banyak hal-hal yang kita miliki di tiru oleh anak karena daya tiru anak sangat tinggi. Oleh karena itu seorang guru harus menjadi teladan bagi anak-anak kita tentang kejujuran yang tulus.
* Positif Thinking
Kita harus berfikir positif terhadap apa yang dilakukan anak meskipun anak sedang melakukan kesalahan kita lihat dulu penyebanya apa, dan secara bersama-sama dengan anak kita bahas solusinya. Kita harus bisa merangkulnya untuk mengesankan bahwa kita memberikan kasih sayang walaupun dia melakukan kebohongan. Hal ini akan mengajarkan anak berfikir lebih dewasa dan bersikap jujur tumbuh dalam dirinya bukan karena terpaksa saat ada kita anak jadi jujur.
* Jangan Emosi
Dalam mengadapi semua permasalah anak kita harus bersikap tenang jangan gampang untuk marah apalagi emosi sampai bertindak kasar terhadap anak tersebut. Namanya anak memang butuh kesabaran ekstra karena emang sifat anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhuan. Kita harus menyadari itu dan menyelesaikan permasalahan anak secara profesional dan tidak terburu-buru membuat punishmen dan marah-marah yang akan merusak psikologis anak.
* Cari tahu penyebab kebohongan anak
Anak berbohong mungkin banyak penyebabnya bisa karena takut dihukum karena telah melakukan kesalahan atau mereka ingin menyembunyikan sesuatu yang kalau itu dibuka akan buat anak-anak malu. Sebaiknya kita melakukan komunikasi yang santai dan hangat kepada anak untuk mencari penyebab anak berbohong. Ingat jangan berpikiran anak adalah objek penderita kemarahan, itu salah besar. Kita harus juga bersikap sopan santun karena itu juga akan ditiru anak.
* Hukuman yang disepakati
Kita buat kesepakatan dengan anak atau kesepakatan dalam kelas ketika kita menjadi wali kelas. Kita buat aturan kelas yang barang siapa yang berbohong akan dihukum dengan aturan yang sudah di sepakati bersama. Namun sangsi tersebut jangan diberikan sangsi yang keras namun tidak bersifat fisik namun mendidik.
Semoga kita sebagai guru tahu acara cara bertindak dalam mendidik kejujuran siswa kita…
kejujuran atau tidak, bagi siswa merupakan hal yang terpaksa dilakukan.. sebab mereka adalah korban dari sistem pendidikan yang salah... silakan cari mengapa dia lebih memilih mencontek,, silakan amati mengapa mereka banyak tidak jujur..?
semangat y bu!!!
i'll always support you...
:D
go go bu alya....
berdasarkan pengalaman pribadi, karena kepergok oleh seorang guru yang sangat di"takuti" karena kejujuran & kedisiplinannya, kami bertekad unt mulai membiasakan diri berlaku jujur walaupun hasil awalnya tidak lulus UAN ^_^... namun hasil jangka panjangnya sangat memuaskan ... Jadi mungkin saja kejujuran seorang murid bisa dimulai dgn adanya seorang guru yg di"takuti" krn keinginan kuatnya unt membentuk murid yg jujur.
Dari kilasan bacaan ini ada beberapa bacaan yang harus di garis bawahi.
- Di dalam kelas Guru dilarang menggunakan HP/BB
- Guru harus berhati-hati dengan ucapan yang akan diucapkan kepada siswa/siswi/mahasiswa/mahasiswi.
Di dalam kelas guru dilarang memainkan HP/BB (Blackberry) karena bisa membuat anak didik meniru kegiatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Jika menerima telpon itu tidak bermasalah. Jika saat ujian/ulangan dan meninggalkan ruangan berilah konfirmasi "Jangan Ribut, Kerjakan soal sendiri-sendiri", biasanya kalimat itu mudah untuk dicerna oleh anak didik.
Jika anak didik melakukan kecurangan (mencontek) harusnya guru menegur keras (ex. "jika ketahuan mencontek nilai kalian akan dipotong"). Biasanya hal ini dilakukan, tapi ada juga yang lain tidak bisa memahami kata-kata tersebut dan melakukan kecurangan lain. Untuk itulah guru harus mengawasi lebih teliti agar anak didik bisa menghargai nilai kejujuran.
Untuk kejujuran harus di tanamkan dari lingkungan rumah terlebih dahulu, kemudian dibimbing lagi oleh guru agar bisa memahami dan menghargai tentang arti kejujuran.
Kejujuran dapat dimulai dari beberapa tahap :
1. Dari orang tua
2. Kesadaran dari diri sendiri
3. Dari lingkungan rumah (pertemanan)
4. Dari sekolah
5. Dari perkumpulan teman
6. Perilaku guru diluar sekolah
7. Lingkungan bertemanan yang lebih luas.
Untuk para guru, nilai kejujuran harus ditingkatkan dan ditanamkan kepada anak didik.
Kejujuran adalah kunci dari keberhasilan dan kepercayaan yang terpendam.
Tidak sepenuhnya tanggung jawab di berikan kepada Guru. karena peran utama sebenarnya pada lingkungan/keluarga (orantua) yang notabene tiap hari bertemu dalam waktu yg lama..sedang guru hanya beberapa jam saja disekolah...untuk itu saya setuju harus ada sinkronisasi antara guru dan orangtua dalam mendidik anak. Terutama dalam hal Kejujuran..!!!
panjang banget... ^_^
semua aspek sangat mempengaruhi dalam mengenalkan suatu hal,, mulai dari diri sendiri,keluarga,lingkungan dll yang berkaitan langsung dalam arti sebuah pengenalan hidup baik ataupun buruk...
Luar biasa, semangat kejujuran perlu dibangun dengan sistem operasional yang baik antar stake holder pendidikan. Jika ukuran-ukuran kelulusan yang dipaksakan seperti ujian nasional akan menjadikan praktik tidak jujur terus berlansung. Model-model bantuan kepada sekolah-sekolah juga sering menjadikan kejujuran berada diujung tanduk bagi pelaksana pendidikan itu sendiri karena kepentingan projek pembangunan lebih kuat. Ungkapan agung Ki Hajar Dewantoro sering hanya menjadi jargon tanpa implementasi yang nyata sehingga antara teori akademik dengan praktik, ironisnya, terpisah 180 derajat. Kejujuran yang berbasis keteladanan nyaris tidak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Jika disekolah mengalami hal yang sama, masa depan bangsa ini masih sangat kelam...
kejujuran itu perlu dicontohkan ...
Posting Komentar